Dari mata itu, aku melihat dengan jelas bagaimana kunang-kunang itu keluar secara perlahan lalu terbang mengitari wajahmu dan terbang kembai menuju angkasa. Mulanya hanya satu, lalu dua, sepuluh, hingga ratusan atau mungkin ribuan kunang-kunang berkarnaval menuju angkasa dengan kerlap-kerlip serupa percikan kembang api.
Aku temukan tatapan mata yang kosong itu di wajahmu, setelah kamu mengakhiri cerita tentang masa yang telah jauh berlalu dari hidupmu. Mulanya kamu semangat sekali bercerita tentang satu masa, dimana cinta --ku ingat setiap kali kamu menyebut kata cinta, di matamu seperti mengeluarkan kilau cahaya-- membuatmu seperti manusia paling bahagia. Senyuman yang tidak pernah terputus sepanjang ceritamu tentang asmara yang menggelora di masa indahmu, dulu.
"Betapa sempurna hidupku, mendapat pasangan cinta yang sempurna seperti dia", katamu dengan senyuman yang sangat dalam sampai matamu terpejam.
Aku yang masih belum bisa mengerti tentang cinta dan segala kesempurnaanya yang dialami oleh kaum muda hanya bisa ikut tersenyum, walau terpaksa. Karena aku memang belum pernah bisa teryakinkan akan cinta yang sempurna oleh pasangan muda, lain halnya saat aku melihat tetanggaku, sepasang renta yang dimakan usia, bagaimana setianya sang istri mendorong kursi roda yang ditumpangi sang suami dari rumah hingga ke taman yang berjarak seratus meteran dari rumahnya itu setiap pagi hari. hmm, itu yang ku sebut cinta.
"cinta menyatukan kami dan bidadari kecil yang terlahir dari janinku itu buah dari cinta kami", katamu sambil memeluk bingkai yang berisi foto seorang balita yang sedang terlihat tertidur pulas.
Pikiranku langsung melambung ke pasangan renta, tetanggaku, saat sore ku melihat mereka di teras rumahnya dimana dengan sabarnya sang nenek membantu menyuapi suaminya makan bubur. Sang kakek yang terserang lumpuh sejak lama, hanya bisa menghabiskan waktunya di kursiroda. Akhh, ini yang lagi kusebut dengan cinta.
* * *
Aku masih mendengar dan memperhatikan dengan seksama semua ceritamu, begitupun sampai kamu yang tiba-tiba terdiam, dan bingkai di pelukanmu terjatuh. Kamu lanjutkan ceritamu tapi dengan suara yang sangat pelan, seperti berbisik.
"Cinta, cinta, cinta juga yang membuat semuanya berubah dengan cepat. Cinta dia yang ternyata lebih berpihak kepada wanita yang baru dikenalnya itu dan membuat kebahagiaan berubah menjadi kosong", lalu kamu diam dan beku.
...
Dan, kunang-kunang itu mulai keluar dari mata kosong itu...