blasteran elhau Ranking 6 (0 Bintang)
Jumlah posting : 31 Age : 43 Lokasi (KOTA-PROV) : Ambon-Maluku Registration date : 19.06.07
| Subyek: Kelurahan Ampera, Zona Damai di Bekas Arena Perang Tue Dec 23, 2008 12:45 pm | |
| Kelurahan Ampera, Zona Damai di Bekas Arena Perang
Experience is good teacher, pengalaman adalah guru terbaik. Pepatah bijak ini seakan mengilhami sekitar 400 keluarga yang menghuni Kelurahan Ampera, RT.01, RT.02, dan RT.03, Kecamatan Kota Masohi, Kabupaten Maluku Tengah. Mereka tak mau lagi terjebak dalam arena perang untuk kedua kali. Kerusuhan di masa lalu ternyata menyisahkan kepedihan mendalam hingga saat ini.
Ketika pecah kerusuhan bernuansa agama di Masohi pada desember 1999 akibat ekses dari konflik Ambon, baik warga Islam maupun Kristen di Ampera terpaksa angkat kaki karena daerahnya menjadi salah satu pusat konflik antar kelompok masyarakat di Masohi. Akibatnya, warga Ampera harus menanggung hidup sebagai pengungsi, lebih dari tiga tahun tanpa ada kejelasan nasib. Mereka mengungsi karena semua rumah warga di situ hangus terpanggang api konflik.
Di atas pondasi bekas rumah yang terbakar, rumah warga kini telah dibangun oleh pemerintah, namun terkesan seadanya saja. Rumah berdinding papan kayu kelas dua itu menyeragamkan perumahan penduduk setempat, meskipun status sosial antara warga satu dengan lain berbeda. Ada pegawai negeri sipil, pegawai bank, wiraswasta, kontraktor, pengacara, guru, tukang ojek, hingga pengayuh becak, semuanya nyaris tinggal di bangunan rumah yang sama. Beruntung yang punya kelebihan rejeki bisa menambah luas rumahnya. Itupun, perbedaannya tidak menyolok dengan bangunan rumah tetangga.
Di Kota Masohi, daerah yang dianggap rawan konflik karena berada di perbatasan pemukiman dua komunitas bahkan berbaur satu sama lain adalah Letwaru di sebelah barat pusat kota Masohi, dan Ampera di sebelah selatan-timurnya. Sisa dari itu yakni Lesane, Namaelo, Namano, dan Namasina, dihuni oleh penduduk mayoritas seagama. Sedangkan Letwaru dan Ampera, dalam konflik 1999, lebih dari 50 persen rumah penduduknya habis terbakar.
Kalah jadi abu, menang jadi arang. Warga Ampera sadar, belajar dari pengalaman masa lalu dan jika saja eskalasi konflik di Letwaru merembet ke daerahnya, maka besar kemungkinan kedua pihak akan sama-sama jadi korban. Tidak ada yang menang dalam perang sebagaimana yang dialami pada akhir tahun 1999 lalu.
Pengalaman traumatis menjadi pengungsi membuat warga Ampera enggan terpancing dengan kerusuhan Masohi tanggal 9 Desember 2008. Ketika api melumat 67 bangunan rumah dan tempat ibadah di Letwaru yang hanya berjarak 3 kilometer dari Ampera, warga Islam dan Kristen di Ampera justru bersatu menjaga kawasannya. Secara tegas mereka menolak kedatangan orang luar karena khawatir bisa membawa pengaruh buruk pada kondisi keamanan di lingkungannya.
“Kalau mau bakar rumah kami sangat mudah karena dinding rumah kami hanya terbuat dari kayu. Tinggal siram minyak dan bakar, maka habis sudah rumah-rumah kami. Tapi masyarakat dua kominitas di Ampera sudah merasakan susahnya jadi pengungsi, kami tidak mau pengalaman itu terulang lagi,” kata M. Syafri Hatala (31), tokoh pemuda Islam di Ampera yang juga putra AMANO di Masohi.
Selain mengungsi bersama keluarga karena rumahnya terbakar, Syafri yang akrab disapa Ephen ini pernah tertembak tepat di kepala (pelipis) kanan yang membuatnya koma lebih dari sebulan di rumah sakit. “Bukan saya saja yang jadi korban, tetangga-tetangga saya yang beragama Kristen juga jadi korban, ada yang tangan buntung karena terkena bom, bahkan ada warga kami yang meninggal dalam kerusuhan tahun 1999. Kami sadar, kalau kerusuhan (Letwaru) sampai merembet ke daerah kami, maka semua bakal jadi korban, minimal menjadi pengungsi yang kedua kalinya,” ungkap dia.
Di tempat terpisah, Ketua Sektor Tiberia Gereja Protestan Maluku (GPM) Masohi Jemaat Ampera, Drs. Alfaris Kaihena (42) mengatakan, tidak terpancingnya masyarakat Ampera untuk berkonflik disebabkan kedua belah pihak sudah berkomitmen untuk menjaga keamanan di lingkungan mereka secara bersama-sama, serta menolak segala pengaruh buruk dari luar.
“Kelurahan Ampera ini daerah konflik dan kami semua pernah jadi pengungsi. Kami punya pemahaman yang sama untuk tidak mau mengulanginya sehingga ada kesepakatan bersama untuk menolak segala pengaruh dari luar, baik itu isu maupun kedatangan orang di luar lingkungan kami,” tandas Kaihena.
Ketua RT 01 Josy Patty di tempat yang sama menambahkan, kesadaran untuk menjaga lingkungan agar tidak terjadi konflik juga muncul karena keinginan untuk hidup bersama dalam kondisi damai. “Kalau situasi kondusif maka kita semua bebas beraktivitas dan mencari nafkah,” ujarnya.
Sebagai ketua lingkungan, Patty merasa bangga karena tidak ada satupun warganya yang mengungsi meninggalkan rumah, kendati telah pecah kerusuhan di Kota Masohi. “Kami justru menjaga lingkungan secara bersama-sama. Meskipun telah ada penempatan pasukan TNI dari 731 Kabaressy, kami tidak mau yang Islam jaga lingkungannya sendiri, dan Kristen jaga lingkungannya sendiri. Untuk jaga malam, justru kami berbaur bersama-sama,” katanya mantap.
Pemandangan berbeda memang bisa kita temui di kelurahan Ampera pasca konflik di Masohi. Nyaris, pemukiman sipil yang penduduknya berbeda agama itu bisa berbaur bahkan melakukan jaga malam bersama. Suasana damai begitu terasa jika kita berada di Ampera. Rumah warga berbeda agama saling berdampingan. Bila berpapasan di jalan, mereka saling tegur sapa. Ampera yang sebelumnya menjadi arena perang paling mengerikan di Kota Masohi kini berubah menjadi daerah yang damai untuk didiami. (blasteran elhau)
Catatan Tambahan: Artikel ini sengaja beta tulis dengan perspektif jurnalisme damai (peace journalism), berbeda dengan kebanyakan kawan-kawan wartawan lokal di Ambon maupun wartawan Nasional yang menjadikan kerasnya konflik Masohi sebagai focus liputan mereka. Pasca artikel ini beta publikasikan di Koran harian Ambon Ekspres (Ameks), sejumlah pemuda Kristen dari Kelurahan Ampera dan Namano mendatangi Syafri Hatala (Ephen) di rumahnya beberapa kali. Ephen juga salah satu sumber dari tulisan ini. Para pemuda Kristen ini meminta kopian Koran di Ephen yang memuat artikelnya untuk ditempelkan di sejumlah tempat sebagai kampanye perdamaian pasca insiden kerusuhan di Letwaru.
Ephen lantas bertindak cepat, dia juga mengkopi sebanyak dia mampu dan menempelkan kopian artikel ini di rumah-rumah warga di Ampera, termasuk di beberapa pangkalan ojek. Apa yang dilakukan katong pung sudara Ephen itu merupakan tindakan positif yang mesti katong tiru. Dia sudah bertindak sebagai “agen perdamaian” di kompleksnya yang semasa konflik desember 1999 rata dengan tanah.
[b]
Terakhir diubah oleh blasteran elhau tanggal Fri Dec 26, 2008 2:54 pm, total 3 kali diubah | |
|
Ghye Saimima Ranking 2 (4 Bintang)
Jumlah posting : 223 Lokasi (KOTA-PROV) : Kebun Cengkih Ambon Registration date : 12.06.07
| Subyek: Re: Kelurahan Ampera, Zona Damai di Bekas Arena Perang Tue Dec 23, 2008 3:18 pm | |
| Dari mana aja Gil...??? Su lama baru nongol.....!!!
Eh Ente pung tulisan Piacture di Ameks edisi tadi (23 Desember) bagus lai...yang tentang Pelantikan Raja Kaitetu.....luar biasa | |
|
blasteran elhau Ranking 6 (0 Bintang)
Jumlah posting : 31 Age : 43 Lokasi (KOTA-PROV) : Ambon-Maluku Registration date : 19.06.07
| Subyek: Re: Kelurahan Ampera, Zona Damai di Bekas Arena Perang Fri Dec 26, 2008 1:27 pm | |
| Bapa Gie, maaf ade baru muncul lai nie.... Mudah2an kehadiran kali ini akan menjadi awal baru untuk terus mengisi forum paparissa ippmassi yang katong cintai ini....
Iya, soal feature di Ameks edisi 23 Desember 2008, kebetulan beta pung Bapa Piara di Kaitetu keturunan langsung Imam Muhammad Arikulapessy, imam pertama Masjid Tua Wapauwe di Kaitetu. Selain di mesjid tua, di rumah Bapa Piara tersimpan banyak peninggalan bersejarah Islam seperti mushab Alquran dan manuskrip Islam lainnya yang telah berumur ratusan tahun. Bapa Piara yang meminta beta untuk hadiri acara pelantikan Raja Negeri Kaitetu. Raja yang mau dilantik juga kebetulan kenal beta dan minta untuk hadiri acara pelantikan.
Bukannya hadir sebagai undangan, eh beta justru hadir sebagai "kuli tinta" karena memang seng bisa lihat peristiwa menarik begitu saja tanpa mendokumentasikannya dalam sebuah karya tulis. Sekalian bagi-bagi cerita buat basudara lain di Maluku yang seng hadir dalam acara itu.
Senang bisa bersua deng abang lai.............
Salam | |
|
Sponsored content
| Subyek: Re: Kelurahan Ampera, Zona Damai di Bekas Arena Perang | |
| |
|