Welcome tO ippmassi ONLINE community
Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.


...Buat Basudara yang mau berbagi...
 
IndeksPortalGalleryLatest imagesPendaftaranLogin

 

 Kemiskinan Menderai Bocah Maluku

Go down 
2 posters
PengirimMessage
Evol Saimima
Ranking 3 (3 Bintang)
Ranking 3 (3 Bintang)
Evol Saimima


Male
Jumlah posting : 189
Age : 41
Lokasi (KOTA-PROV) : Ambon-Maluku
Registration date : 27.12.08

Kemiskinan Menderai Bocah Maluku Empty
PostSubyek: Kemiskinan Menderai Bocah Maluku   Kemiskinan Menderai Bocah Maluku Icon_minitimeFri Jul 24, 2009 3:05 pm

Kemiskinan Menderai Bocah Maluku

Oleh : Abdullah Saimima

"Mengapa tidak kau lahirkan aku di atas kemewahan, Ibu? Apakah aku harus menyalahkanmu? Aku jenuh, letih.. Hidup bagaikan seekor kelelawar malam. Tak ada seorangpun yang dapat menghilangkan dahaga itu, Ibu."

Jerit pilu bermandikan tetesan air mata Sulis seakan membasahi kalbunya, saat Sukur, adiknya harus dipanggil Yang Kuasa. Rupa-rupanya kehidupan begitu keras, dan memukulnya telak lewat penyakit kronis yang perlahan-lahan menggerogoti tubuhnya, bahkan mengambil nyawanya, menyusul sang bunda yang sudah lebih dulu pergi.

Dia terbujur kaku, didampingi Wandi sahabatnya, yang mematung dengan tatapan hampa. Sedangkan Sulis masih seperti menjerit histeris bagai kesetanan, mencari jawab atas tanya akan rong-rongan kemiskinan yang melekat erat pada mereka, sejak pertama kali hadir di dunia. Dan suasana makin haru kala alunan lagu Bunda milik Melly Goeslaw menelusup dalam alur kisah itu.

Sungguh tragis, Sukur yang begitu belia di usia belasan awal harus pergi secepat itu. Padahal, sejak lama dia sudah memendam asa untuk mengenyam pendidikan di bangku menengah, sebagaimana bocah-bocah sebayanya yang lebih beruntung. Dan Sulis kini harus mengais bekas gelas plastik air mineral sendirian, yang sudah digelutinya sejak lama guna sesuap nasi, tanpa celoteh dan suara riang sang adik lagi.

Dari dulu memang, Sukur selalu memandangi kerumunan siswa-siswi di sebuah sekolah yang tak jauh dari tempat tinggalnya yang kumuh dengan mata berbinar. Namun, Wandi lalu membuyarkan mimpinya itu, menyadarkannya, bahwa itu adalah kemustahilan belaka.

"Se seng akang bisa maso kasana (Kamu tidak akan bisa masuk kesana)," sergah Wandi.
"Barang kanapa? (Karena apa)?" tanyanya.
"Katong seng sama deng dong (kita tidak sama dengan mereka)," tegas Wandi mengingatkan.
"Ah! Pokoknya beta tetap mau maso, mau skola kaya dong, pake seragam bagitu (Ah! Pokoknya aku tetap ingin masuk, ingin sekolah seperti mereka, memakai baju seragam seperti itu)," paksanya.

Hingga ajal menjemputnya, asanya pun tak kunjung terwujud. "Kasiang ee.. Padahal akang ana tu, paleng inging skola (Kasihan.. Padahal dia begitu ingin agar bisa bersekolah)," timpal teman-teman sebayanya.

Tak pelak, Sulis pun pingsan seketika. Dan pentasan teater Komunitas Lalan pun berakhir. Namun, aksi spontan gadis cantik tanpa riasan, berkaos putih itu bukan dibuat-buat. Karena begitu menghayati perannya sebagai seorang anak jalanan, Sulis tiba-tiba pingsan. Dan baru siuman beberapa menit kemudian setelah dibopong teman-temannya ke bagian belakang tribun Lapangan Merdeka, Ambon.

Itulah penggalan jeritan jiwa anak-anak jalanan Kota Ambon yang tergambar pentasan
teater berdurasi kurang lebih 25 menit itu, yang diramaikan oleh sekira empat puluhan anggota Komunitas Lalan maupun anak-anak jalanan.

Bukan hanya minimnya kesempatan mengenyam pendidikan yang ditampilkan dalam pentasan tersebut. Dunia pekerjaan yang sebenarnya terlalu dini untuk jiwa-jiwa muda itu terpaksa digeluti. Sebut saja dari pedagang asongan, loper koran, hingga pemuda yang luntang-lantung mencari jati diri dan pekerjaan. Dan tak urung, minuman keras menjadi sahabat akrab, kala mata hati memandang perih orang lain yang melangkah begitu gagah dalam balutan seragam PNS.

Di lain sisi, ada mereka yang lebih beruntung, yang memiliki anggota keluarga lengkap, ibu dan ayah. Belum lagi limpahan kasih sayang yang menyeimbangi kecukupan materi.

Sedari awal, pentasan yang digelar dalam rangka memperingati Hari Anak Nasional itu begitu sederhana. Tidak ada balon, tidak ada kursi. Yang ada hanya beberapa coretan tangan anak-anak itu, semisal puisi dan lukisan sederhana yang ditempelkan pada beberapa bagian dinding tribun, disamping sebuah spanduk bertuliskan "Jangan biarkan kemiskinan merenggut masa depan kami", ditambah dengan dua buah spanduk milik Pemerintah Provinsi Maluku yang sudah terpampang disitu sehari sebelumnya.

Berdasarkan pantauan Radar Ambon, sedari pukul 09.00 WIT, "panggung" itu sudah dipenuhi oleh sekira 25 orang anak yang riuh dengan permainan mereka. Kumpulan anak-anak yang mayoritasnya berusia 8-9 tahun ini terlihat berkejar-kejaran penuh kecerian. Namun, ada pula yang memilih duduk sembari bersenda gurau. Mereka seakan tidak peduli bahwa hari ini (kemarin, Red) Kamis, 23 Juli, adalah hari anak-anak se-Nusantara.

Tidak ada yang tampil dengan baju rapi sebagaimana akan menghadiri suatu acara meriah. Tak ada kalangan elit berdasi, berkemeja rapi, maupun berseragam pemerintahan. Tak ada kata-kata sambutan, layaknya sebuah acara seremonial. Yang hadir hanyalah kalangan pemuda, media, dan penonton dadakan yang kebetulan melintas.

Dan anak-anak yang berusia antara 5-13 itu malah memakai baju-baju seadanya, yang dipakai sesehari. Kotor, lusuh, dan compang-camping. Bahkan, mereka begitu nyaman tanpa alas kaki. Seorang bocah tampak sedang membawa setumpuk koran, yang seharusnya sudah dijajakannya di jalanan. Namun, karena harus pentas hari ini, dia terpaksa menunda waktu kerjanya.

Kira-kira pukul 12.00 WIT, acara itu dimulai. Sebelumnya beberapa musik diperdengarkan, mulai dari instrumentalia lembut hingga R N B yang menghentak, yang kemudian mengundang beberapa anak yang mempertontonkan aksi disco mereka, mulai dari salto hingga moonwalk Jacko, dengan wajah yang sudah dilumuri cat minyak sebagai aksesoris pentasan.

Pertunjukan itu memang tidak jauh bedanya dengan kehidupan yang dilakoni Wandi Latif (13), bocah kelahiran 1995 yang sama sekali tidak ingat tanggal ulang tahunnya itu mengaku lebih suka tinggal bersama teman-teman sebayanya, dibandingkan bersama ayah dan ibu tirinya, beserta ketiga saudaranya yang lain, di Batu Merah.

"Beta jarang pulang. Kalo malam tidor di pasar. Kecuali kalo papa datang cari la suru pulang, baru beta pulang (Saya jarang pulang. Kalau malam tidur di pasar. Kecuali kalau saya dipanggil papa untuk pulang)," ujar bocah yang sempat unjuk kebolehan dengan gaya moonwalk-nya tadi, sambil tersenyum.

Sesehari, Wandi memang lebih suka berjualan tas kresek di Pasar Arumbae, daripada mengecap dunia sekolah, seperti kali terakhir dialaminya saat di SMP Al Watan Ambon. Dan kata dia, itulah kemauannya sendiri, mengingat minimnya kemampuan finansial orang tuanya, agar adik-adiknya bisa bersekolah."Beta yang mau sandiri. Papa kan seng mampu lai (Itu kemauan saya sendiri. Papa kan sudah tidak mampu lagi)," ucapnya santai.

Lebih lanjut untuk profesinya, anak kedua dari empat bersaudara ini mengungkapkan, bisa meraup laba Rp.30 ribu per hari, yang ditabungnya untuk membeli baju saat bulan Ramadhan nanti. Namun, dikeluhkannya, sang ibu tiri sering kali meminta uang hasil keringatnya.

"Mama (ibu tiri, Red) jaga minta. La kalo seng kasi, antua jaga mara-mara. Tapi beta seng parna kasi, karna beta mau bli baju Lebaran (Mama sering minta. Kalau tidak dikasih, dia sering marah-marah. Tapi, saya tidak pernah berikan, karena mau beli baju Lebaran," terangnya polos.

Uniknya, dia sangat ingin bersekolah bila ada orang yang mau menjamin segala sesuatunya, mengingat biaya pendidikan sekarang tidak cukup dengan gratis biaya operasional. Selain itu, jauh di lubuk hatinya, Wandi sangat merindukan ibunya di Namlea, Kabupaten Buru, yang kini sudah menikah dengan pria lain, sama seperti ayahnya. Dan dia ingin sekali menemui wanita yang melahirkannya itu kala dewasa. Meskipun sayang kepada kedua orang tuanya, dia juga menuding mereka sebagai penyebab semua derita ini. "Beta susa bagini gara-gara papa deng mama yang su kaweng baru (Saya jadi susah begini, karen papa dan mama yang menikah lagi)," tuturnya tanpa ada ragu sedikitpun.

Lain Wandi, lain pula La Amu (9). Bocah imut berbaju hijau ini mengaku duduk di bangku kelas V SD Negeri 13 Ambon. Namun, ternyata anak keempat dari enam bersaudara ini berbohong pada Radar Ambon dengan alasan yang tidak diketahui pasti. Padahal, temannya sudah mendesaknya, pemilik rambut jabrik ini tetap bersikukuh dengan jawabannya.

Hal yang sama ditegaskannya pula saat ditanyakan mengenai makan-minum sesehari di dalam keluarga. Awalnya, dia mengaku tak ada masalah. Alhasil, setelah didesak berulang-ulang, La Amu mengaku tak setiap hari bisa makan di rumah akibat keterpurukan ekonomi keluarganya."Ia. Sebenarnya jarang makang-makang. Kamareng sa, seng makang (Ia. Sebenarnya jarang makang. Kemarin saja, tidak makan)," akuinya sembari berlalu.

Melihat realitas kehidupan anak-anak jalanan yang hidup ditengah hempitan dan tersisih dari sentuhan pemerintah ini, membuat berbagi elemen masyarakat di kota ini tersentuh dan mencoba menawarkan empati sebagai ujud kepedulian. Komunitas Lalan merupakan salah satu dari elemen masyarakat yang menawarkan perhatian dengan metode pendampingan bagi anak-anak jalanan di Kota Ambon.

Metode pendampingan yang dibangun oleh komunitas Lalan merupakan satu rangkaian untuk merespon sisi sosial yang muncul secara faktual. Indokator yang dijadikan sebagai refernsi komunitas yang berangotakan para mahasiswa adalah asa yang tersimpan dari anak-anak jalanan untuk menngeyam dunia pendidikan, " Mereka adalah anak-anak bangsa yang memiliki hak untuk mengenyam pendidikan. Namun karena pengaruh kondisi sosial memaksa anak-anak ini harus turun kejalan, inilah yang menjadi indikator bagi kami untuk melakukan pendampingan," tutur salah satu anggota komunitas Lalan, Hairiah Fitri di sela-sela perayaan hari anak yang dilakukan oleh komunitas anak-anak jalanan ini kemarin.

Kepedulian "Lalan" hanya dilandasi semangat untuk menyamkan persepsi bahwa anak-anak jalanan di kota Ambon juga memiliki hak yang sama untuk merasakan pendidikan layaknya anak-anak indonesia yang ada di daerah ini. Pemerintah selalau mengobral adanya program pendidikan gratis, Namun hal tersebut masih jauh dari harapan dan keinganan publik.
"Fakta imperis berkata lain, masih ada anak-anak di kota ini yang belum merasakan pendidikan, apakah ini tercermin dalam prorgam yang ditawarkan itu" kata dia.

Perayaan hari anak ditahun ini harus dijadikan barometer untuk mengukur problem anak yang kian kompleks. Masalah anak kini berkembang secara multi aspek. Bukan saja pendidikan, eksploitasi anak kini menjadi masalah serius yang harus dibijaki secara bersama. Eksploitasi anak terus berkembang dan melebar, " Ada anak-anak ada yang dipaksa untuk menjadi pemulung, pengimis, bahkan ada yang dikomersilkan meladini nafsu bejat lelaki hidung belang, ini bukan mengada-ngada tapi realitas kehidupan anak di Kota Ambon saat ini," katanya.

Undang-Undang memberikan jaminan penuh bagi anak untuk dilindungi secara hukum dan mendapat perhatian dari pemerintah. Ending dari kegiatan yang dilakukan diprakrasai oleh "Lalan" adalah menyamakan persepsi untuk melindungi hak-hak anak seperti yang tertuang dalam Undang-Undang.

Para bocah ini, tentu berharap agar mereka mendapat perhatian dari pemerintah. In terbukti dalam proses pementasan itu, mereka berharap agar Gubernur Maluk Karel Alber Rlahalu dan Walikota Ambon, Bisa hadir melihat pementasan teater yang diamainkan oleh anak-anak jalanan ini. Namun harapan untuk menanti kehadiran gubernur itu tidak terujud. Hingga akhir kegiatan tak satupun perwakilan dari pemerintah yang hadir dalam kegiatan tersebut. Sejumlah anak pun menyampaikan kekesalan usai kegiatan tersebut," Katanya gubernur deng walikota mau datang, lia katong maeng drama ini tapi mana....mana?," keluh Sukur salah satu bocah jalanan di kawasan Pantai Losari Ambon. (***)
Kembali Ke Atas Go down
kilo12
Ranking 6 (0 Bintang)
Ranking 6 (0 Bintang)
kilo12


Male
Jumlah posting : 33
Age : 46
Lokasi (KOTA-PROV) : Kilo 12 TNS
Registration date : 10.08.09

Kemiskinan Menderai Bocah Maluku Empty
PostSubyek: Re: Kemiskinan Menderai Bocah Maluku   Kemiskinan Menderai Bocah Maluku Icon_minitimeFri Aug 28, 2009 2:30 pm

Carita itu akang sedih....ooooo
Bilang gubernur deng dia pung aparat, serta tuan-tuan terhormat di DPRD supaya dong buka dong pung mata deng talinga sadiki....jang pura2 buta deng tuli.
Tuhan kutuk dong juaaaeeeeeee.....................ampung jua helo.......
Kembali Ke Atas Go down
 
Kemiskinan Menderai Bocah Maluku
Kembali Ke Atas 
Halaman 1 dari 1
 Similar topics
-
» 25 Bocah Belia Elhau Siap Ikut Khitanan Massal
» PILKADA MALUKU 2008
» DEMONSTRASI MAHASISWA MALUKU
» Gempa Mulai Mengintai Maluku
» HAKIM YANG NAKAL di MALUKU ?

Permissions in this forum:Anda tidak dapat menjawab topik
Welcome tO ippmassi ONLINE community :: FORUM DISKUSI :: Kabar Maluku-
Navigasi: