Polemik Tapal Batas Wilayah Malteng Versus SBB
Diduga, ada Skenario Politik Gubernur Maluku
IPPMASSIonline,-Sengketa tapal batas wilayah antara kabupaten Maluku Tengah versus Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB) yang kini menempuh jalur hukum di Mahkamah Konstitusi Jakarta, mendapat perhatian serius dari Dewan Pengurus Daerah II Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Maluku Tengah.
Ketua DPD KNPI Malteng, Jamal Tualeka mengatakan, dalam situasi Maluku yang tidak menentu, akibat sering ada gesekan ditengah masyarakat.
Untuk itu pengambil kebijakan harus jelih dalam setiap menghadapi atau mengambil kebijakannya harus memahai situasi dan kondisi masyarakat juga.
Dia mencontohkan persoalan tapal batas wilayah yang kini melilit atau dihadapi Pemerintah Kabupaten Maluku Tengah dengan Kabupaten SBB. Mestinya kata dia, diselesaikan secara baik atau sesuai vorsinya.
Selain itu, penyelesaiannya harus menghindari koflik di Tengah kehidupan kedua belah pihak atau masyarakat dan menghindari bibit konflik baru.
“sesuai undang-undang nomor 40 tahun 2003 tentang pemekaran kabupaten SBT, SBB dan Kepulauan Aru. Khususnya batas wilayah Kabupaten Malteng dan SBB itu berada di kali Tala,” kata Tualeka, kepada crew IPPMASSI, di Masohi, pada Sabtu (28/02/2009).
Menurutnya, lampiran UU nomor 40 tahun 2003, yang menerangkan terkait batas wilayah Kabupaten Malteng dan SBB, itu sebenarnya di kali Tala bukan di kali Mala. “jadi pemicu persoalannya ada disini,” tandasnya.
Dikatakan, sejak dulu Pemkab Malteng telah memberikan penjelasan kepada Departemen Dalam Negeri (Depdagri) Republik Indonesia, soal perbatasan wilayah dua kabupaten ini.
Hanya saja kata Tualeka, Depdagri sendiri masih menunggu surat dari Pemerintah Provinsi Maluku dalam hal ini gubernur Karel Albert Ralahalu.
Kata dia, Gubernur Maluku adalah perpanjangan tangan dari Pemerintah pusat di daerah. Surat yang ditunggu oleh Depdagri itu, lanjut Tualeka, adalah isinya terkait revisi lampiran pada UU nomor 40 tahun 2003, tentang tapal batas wilayah Malteng dan SBB.
“isi dalam lampiran II, UU nomor 40 tahun 2003 tersebut, menyatakan batas wilayah Malteng dan SBB seharusnya di kali Tala. namun Pemprov Maluku masih menganut aturan lama , yakni batas wilayah Malteng dan SBB itu di kali Mala. Kontrtadiksinya disini,” tegasnya.
Dia menyayangkan sikap gubernur Maluku Karel Albert Ralahalu yang sampai saat ini belum juga melayangkan surat kepada Depdagri untuk revisi lampiran II UU nomor 40 tahun 2003 tersebut.
“yang salah adalah gubernur Maluku. Padahal, Depdagri telah meminta agar gubernur membuat surat menyangkut revisi lampiran II UU nomor 40 2003 jauh-jauh hari sebelumnya. salah satu itemnya menyebutkan, batas wilayah Malteng dan SBB itu di kali Tala bukan di kali Mala. Jadi, gubernur harus bertanggungjawab dengan masalah ini,” tegasnya.
Bahkan kata dia, ada prilaku dan proses pembiaran yang ditonjolkan oleh gubernur Maluku Karel A Ralahalu. Hal itu terlihat, karena belum ada surat yang dilayangkan oleh Ralahalu ke Depdagri menyangkut revisi lampiran II UU nomor 40 tahun 2003 itu.
Bahkan dia menduga, ada skenario politik yang dimainkan oleh orang-orang tertentu, untuk mengobok-obok masyarakat Malteng dan SBB. Dan selebihnya lagi kata Tualeka, akibat dari skenario politik tersebut, berdampak terhadap pengalokasian dana alokasi umum atau DAU, untuk pemkab Malteng pada tahun 2009 ini, mengalami penurunan drastis.
“skenario itu dimainkan oleh gubernur Maluku. Hal itu terlihat wilayah dan masyarakat Malteng, sepertinya diobok-obok oleh Pemerintah Provinsi Maluku,” tudingnya.
Disamping itu, dia juga mengingatkan Mahkamah Konstitusi agar berlaku adil dan bijakasana dalam memutuskan atau menyelesaikan persoalan tapal batas wilayah antara Kabupaten Malteng dan SBB.
"karena, jika MK tidak adil atau berpihak kepada salah satu daerah, maka bisa jadi, permaslaahan baru juga bisa mencuat," ketusnya.
Sekedar diketahui saja, sidang pertama yang telah dilaksanakan di MK pada Selasa 17 Februari 2009, adalah soal pengujian undang-undang nomor 40 tahun 2003 tentang pembentukan Kabupaten SBB dan kabupaten Kepulauan Aru di Provinsi Maluku, terhadap UUD 1945. Perkatan ini bernomor 8/PUU-VII/2009, yang dimohonkan oleh 8 Raja Negeri, yang berdomisili atau mendiami wilayah perbatasan antara kabupaten Malteng dan kabupaten SBB.
Delapan Raja yang menggugat ke MK itu masing-masing, Fredek Kasale, Chrestian Waileruny, Simon Wasia, Drs Herkop Maatoke, Drs Hi A Laitupa, Ali Ely, Ny Halidja Polanunu dan Yusuf Laisouw, S,Ag,MK.M.Si. (*).